
Peran Zine dalam Melestarikan Budaya Lokal di Kampung Adat Cikondang
Oleh Tim Pengabdian Kepada Masyarakat Telkom University (Idhar Resmadi, Aisyi Syafirakani, dan Ligar Muthmainah)
Kampung Adat Cikondang, yang terletak di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, merupakan salah satu kampung adat yang masih melestarikan tradisi dan ritual leluhur hingga saat ini. Salah satu ritual penting yang masih dilaksanakan adalah Upacara Wuku Taun, yang diadakan setiap tanggal 15 Muharam, bertepatan dengan tahun baru Hijriah. Upacara ini merupakan ungkapan rasa syukur atas keselamatan selama satu tahun serta permohonan perlindungan untuk tahun yang akan datang.
Upacara Wuku Taun adalah satu dari sekian banyak potensi budaya yang dimiliki Kampung Adat Cikondang. Salah satu situs budaya yang menonjol di kampung ini adalah Rumah Adat Cikondang. Rumah ini merupakan satu-satunya yang tersisa setelah peristiwa kebakaran besar yang terjadi sekitar tahun 1942 dan menghanguskan rumah-rumah adat lainnya. Rumah Adat Cikondang memiliki ciri khas arsitektur lokal berupa rumah panggung yang terbuat dari bahan-bahan alami seperti bambu, kayu, dan ijuk. Rumah ini terdiri atas tiga bagian, yaitu bagian atas (atap), bagian tengah (badan rumah), dan bagian bawah. Bagian tengah ditutup dengan dinding anyaman bambu dan terdiri atas beberapa ruangan. Untuk memasuki rumah adat, pengunjung terlebih dahulu melewati pintu depan yang terbuat dari kayu, lalu masuk ke ruang besar yang di bagian utara dindingnya terdapat hawu atau tungku masak. Selain ruang utama, terdapat dua ruangan di sisi timur: ruang tidur dan ruang goah, yaitu tempat penyimpanan (pedaringan).
Di sebelah utara rumah adat terdapat leuit, yaitu lumbung tempat menyimpan padi. Sementara di sebelah barat terdapat lisung untuk menumbuk padi menjadi beras. Di dekat lisung, pada sisi utara, berdiri bale paseban yang difungsikan sebagai tempat pertemuan warga. Di bagian selatan kawasan rumah adat terdapat hutan keramat yang disebut “Hutan Larangan”. Hutan ini hanya boleh diambil pepohonannya untuk keperluan rumah adat, seperti untuk perbaikan dan renovasi.


Kampung Adat Cikondang juga memiliki berbagai aturan dan mitos yang masih dijaga hingga kini. Misalnya, perempuan yang sedang haid dilarang memasuki Rumah Adat Cikondang. Selain itu, ketika masuk ke rumah adat atau Hutan Larangan, harus menggunakan kaki kanan, dan saat keluar menggunakan kaki kiri. Kampung ini sarat dengan nilai-nilai filosofis Islam dan Sunda, karena memiliki keterkaitan sejarah dengan proses penyebaran agama Islam di wilayah Bandung Selatan.
Namun, saat ini informasi yang tersedia di Kampung Adat Cikondang masih sangat terbatas. Hanya terdapat satu papan informasi yang kondisinya sudah usang, dan hanya memuat denah lokasi serta sejarah singkat kampung. Akibatnya, pengunjung hanya dapat mengandalkan penuturan lisan dari Ketua Adat Cikondang, Abah Anom Juhana. Hal ini menjadi tantangan tersendiri dalam upaya pelestarian budaya dan edukasi kepada masyarakat luas.
Berdasarkan kondisi tersebut, diperlukan media informasi tercetak yang dapat mendukung pengalaman berkunjung ke Kampung Adat Cikondang. Media ini diharapkan mampu membantu pengunjung memahami makna filosofis dan budaya kampung, sekaligus melengkapi narasi lisan dari Abah Anom. Untuk itu, Tim Pengabdian kepada Masyarakat merancang sebuah media informasi berbentuk zine.
Zine adalah media yang umumnya berbentuk cetak (meski ada juga versi digital), bersifat komunitas, dan memiliki format yang eksperimental. Media ini sering digunakan dalam lingkungan subkultur seperti musik dan aktivisme. Tim memilih format zine karena sifatnya yang fleksibel dan memungkinkan eksplorasi berbagai bentuk teks dan visual.



Perancangan zine ini menggabungkan konten naratif dengan berbagai eksplorasi visual seperti fotografi, ilustrasi, komik, hingga gambar pop-up. Seluruh konten disusun berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan Abah Anom Juhana. Informasi yang dimuat mencakup hal-hal yang tidak tersedia di papan informasi, sehingga memberikan pemahaman yang lebih mendalam dan komprehensif. Eksplorasi visual bertujuan untuk membuat informasi lebih menarik dan mudah dipahami. Salah satu fitur menariknya adalah gambar pop-up Rumah Adat Cikondang, yang menjadi alat bantu visual bagi pembaca untuk membayangkan bentuk rumah adat tersebut secara lebih nyata.
Zine ini juga dilengkapi fitur pop-up di halaman tengah berupa ilustrasi tiga dimensi Rumah Adat, guna meningkatkan pengalaman pembaca secara imersif. Konten utama zine mencakup: sejarah Kampung Adat Cikondang, biografi Ketua Adat Abah Anom Juhana, filosofi Rumah Adat Cikondang, mitos Hutan Larangan, dan seni ritual beluk. Seluruh konten disusun dalam bahasa populer agar mudah dipahami oleh beragam kalangan pembaca, termasuk generasi muda dan wisatawan.
Dari segi visual, pemilihan warna coklat dan hijau menjadi elemen penting karena mewakili unsur alam dan budaya lokal. Tata letak zine dirancang secara eksperimental untuk merepresentasikan semangat zine sebagai media ekspresi visual nonformal. Proses produksi zine dimulai setelah seluruh konten dan visual selesai disusun. Zine ini terdiri atas 44 halaman penuh warna, dicetak dengan teknik kombinasi digital printing dan risograph. Teknik risograph dipilih karena memberikan tekstur khas yang memperkuat karakter artistik zine. Pendekatan ini juga menjadi bagian dari praktik materialitas dalam pengarsipan budaya, di mana bentuk fisik dan estetika zine turut menjadi bagian dari praktik pedagogi dan dokumentasi seni. Setelah proses pencetakan, prototipe zine diserahkan kepada Abah Anom Juhana untuk mendapatkan masukan. Abah Anom menyampaikan apresiasi dan menyatakan bahwa zine ini dapat disimpan di Rumah Adat sebagai bahan bacaan bagi para pengunjung. Kehadiran zine ini menjadi pelengkap narasi lisan yang biasa disampaikan oleh Abah Anom, serta menawarkan pengalaman baru dalam menyampaikan dan mendokumentasikan informasi budaya secara visual dan naratif. Melalui kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat ini, zine yang selama ini dikenal sebagai media subkultur dapat tampil sebagai media informasi budaya yang inovatif, memberikan pengalaman berbeda melalui eksperimen visual dan pendekatan kreatif dalam pelestarian budaya lokal.
